Sabtu, 23 April 2011

Hubungan antara Ajaran Zen-Buddhisme dan Shinto dengan Budaya Jepang2


Abstract
Ajaran Zen-Buddhisme adalah ajaran yang berkembang luas di Jepang, meskipun sebenarnya Zen-Buddhisme berasal dari Cina. Dalam perkembangannya di Jepang, ajaran Zen-Buddhisme banyak mempengaruhi pola hidup orang Jepang, termasuk budaya mereka. Begitu pula ajaran Shinto, yang mana ini merupakan agama asli Jepang. Mengingat Shinto adalah agama asli Jepang, maka sudah pasti ajaran ini banyak mempengaruhi kehidupan orang Jepang di segala aspek, termasuk budaya.
Zen-Buddhism is the doctrine prevalent in Japan, despite the fact that Zen-Buddhism came from China. In its development in Japan, Zen-Buddhism influenced the pattern of many Japanese people's lives, including their culture. Similarly Shinto doctrine, which is the original religion of Japan. Given the Shinto is the native religion of Japan, then it is definitely this doctrine affect the lives of many Japanese people in all aspects, including culture.

Kata Kunci: Zen-Buddhisme, Shinto, Budaya, Jepang

PENDAHULUAN
Wilayah jepang terdiri atas empat pulau besar yaitu hondo, hokaido,  shikoku dan kyusu beserta pulau kecil lainnya penduduk kepulauan itu sepanjang arkeologi dan antropologi demikian William L. langer di dalam encyclopedia of word history edisi 1956, erat berkaitan dengan suku tunggus dan suku korea berdasarkan pembuktian linguistic, sepanjang pembuktian etnografis dan mithologis terpadu kedalam unsure belahan selatan tiongkok beserta unsur melayu dari asia tenggara dan unsur polinesia, pada masa sebelumnya unsur ainu banyak mendominasi.
Suatu suku dari pulau kyusu yang terletak pada belahan selatan dan suku itu belakngan membentuk imperium menyebrang keutara menuju lembah yamato dipulau honsyu ia memperoleh kemenangan dalam persaingan kekuasaan dengan suku izumo yang masih pertalian darah dengan suku korea, sehingga membentuk imperium baru dan naik kaisar  jepang pertama pada tahun 660 SM yaitu kaisar jmmu tenno.
untuk membuat iman  secara resmi dalam waktu sekitar tiga abad itu menjadi sangat berakar dalam kehidupan nasional Jepang. Jadi kita bisa membagi sejarah keagamaan Jepang menjadi dua tahap - pertama, periode awal, di mana kepala sekolah agama Shinto, kedua agama Buddha awal periode. Dari kesembilan ke abad kedua belas kami tanggal era klasik Japans administrasi budaya tetapi akhirnya menjadi lelah dan digantikan pada abad ketiga belas oleh rezim militer dan feodal. Ini periode Abad Pertengahan digantikan pada abad ketujuh belas oleh rezim Tokugawa yang berlangsung sampai 1887 periode modern dimulai Japans: sengaja sampai sekarang terisolasi dari kata pada umumnya sekarang ia berpaling untuk memperoleh keterampilan teknologi mereka yang akan menjamin kemandiriannya[1].
Bentuk susunan social di jepang dewasa ini terdiri atas himpunan beberapa suku (uji) yang satu persatu suku itu di bawah pimpinan seorang kepala suku (uji-no-kami), anggota suku itu menyatakan turunan satu moyang yang biasnya dewa suku (ujigami), kepala suku bertindak sebagai datu, jepang sepanjang sejarah ini sering berbenturan dengan tiongkok dan korea dan hal ini memberikan pengaruh jejak jejak di jepang,[2]
Pertumbuhan dan perkembagan agama serta kebudayaan Jepang memang memperlihatkan kecenderungan yang asimilatif. Sejarah Jepang memperlihatkan bahwa negeri itu telah menerima berbagai macam pengaruh, baik kultural maupun spiritual dari luar. Semua pengaruh itu tidak menghilangkan tradisi asli, dengan pengaruh-pengaruh dari luar tersebut justru memperkaya kehidupan spiritual bangsa Jepang. Antara tradisi-tradisi asli dengan pengaruh-pengaruh dari luar senantiasa dipadukan menjadi suatu bentuk tradisi baru yang jenisnya hampir sama. Dan dalam proses perpaduan itu yang terjadi bukanlah pertentangan atau kekacauan nilai, melainkan suatu kelangsungan dan kelanjutan. Dalam bidang spiritual, pertemuan antara tradisi asli Jepang dengan pengaruh-pengaruh dari luar itu telah membawa kelahiran suatu agama baru yaitu agama Shinto, agama asli Jepang.

1.     Ajaran Zen-Buddhisme
Ajaran Zen-Buddhisme pertamakali dibawa ke Jepang oleh bangsawan Dogen (1200 – 1253 M). Dia adalah orang yang menyelaraskan antara Zen yang berasal dari China dengan karakter orang Jepang, utamanya di kalangan pemerintahan militer pada masa periode Kamakura (1185 – 1333 M). [3]
Metode yang digunakan oleh bangsawan Dogen dalam menerapkan ajaran Zen-Buddhisme di Jepang sangatlah tegas. Metode yang digunakan berdasarkan prinsip zazen – secara bahasa berarti duduk dan meditasi. Dalam penerapannya, duduk dan meditasi adalah duduk bersila dan meditasi berjam-jam dengan tujuan meghilangkan rasa marah, kesal, dan ego dengan jalan mengosongkan dan menata kembali pikiran. [4]
Ajaran ini mengajarkan bahwa seseorang harus menemukan pengertian tentang kehidupan meski tak dapat diungkapkan dengan kata-kata. Seorang rahib dapat menghabiskan seluruh waktu hidupnya dengan melakukan meditasi. Sebagai alat bantu dalam melakukan meditasi, para penganut Zen-Buddhisme sering membuat taman-taman yang indah, yang dikenal dengan Taman Zen.[5]
    
2.     Ajaran Shinto
Orang Jepang pada zaman purbakala percaya bahwa terdapat amat banyak tenaga gaib yang berpusat pada alam seperti gunung, sungai, hutan ,dan lain-lain yang tidak dapat dilihat secara nyata, dan tenaga-tenaga gaib ini termasuk roh leluhur dianggap dapat membahagiakan atau mencelakakan manusia. Tenaga gaib ini disebut kami, dan manusia kemudian melakukan upacara keagamaan untuk memperoleh perlindungan kami, atau menghindari hukuman atau kutukannya. Ini konon merupakan asal-usul daripada Sinto.[6]
Shinto adalah kata majemuk daripada “Shin” dan “To”. Arti kata “Shin” adalah “roh” dan “To” adalah “jalan”. Jadi “Shinto” mempunyai arti lafdziah “jalannya roh”, baik roh-roh orang yang telah meninggal maupun roh-roh langit dan bumi. Kata “To” berdekatan dengan kata “Tao” dalam taoisme yang berarti “jalannya Dewa” atau “jalannya bumi dan langit”. Sedang kata “Shin” atau “Shen” identik dengan kata “Yin” dalam taoisme yang berarti gelap, basah, negatif dan sebagainya ; lawan dari kata “Yang”. Dengan melihat hubungan nama “Shinto” ini, maka kemungkinan besar Shintoisme dipengaruhi faham keagamaan dari Tiongkok. Sedangkan Shintoisme adalah faham yang berbau keagamaan yang khusus dianut oleh bangsa Jepang sampai sekarang. Shintoisme merupakan filsafat religius yang bersifat tradisional sebagai warisan nenek moyang bangsa Jepang yang dijadikan pegangan hidup. Tidak hanya rakyat Jepang yang harus menaati ajaran Shintoisme melainkan juga pemerintahnya juga harus menjadi pewaris serta pelaksana agama dari ajaran ini.
Agama pribumi orang jepang ini berdasar kepercayaan bahwa keluarga raja adalah keturunana dewi matahari amaterasu omi kami kemudian diserap didalamnya banyak ajaran dan praktek keagmaan budha, hakekat ajaran Shinto  adalah gagasan bahwa “kami” maujud pada setiap saat dan dalam segala hal, oleh karenanya memberikan perhatian setiap saat betapapun kecil dan remehnya akan membuka kesadaran kearah kebenaran[7],
Dalam penjelasan lain juga di jelaskan bahwa shintoisme berasal dari jepang dan berarti “jalan para dewa” nama ini di tetapkan pada abad keenam untuk membedakan dari budhisme dan konfusianisme yang saat itu merupakan agama agama pendatang [8].
Perkataan Shinto sendiri berasal dari bahasa tionghoa “shen” yang artinya “roh” , tao artinya  jalannya dunia, bumi dan langit, jadi Shinto berarti perjalanan roh yang baik.
Agama ini mengandung 2 unsur kepercayaan yaitu :
a.                menyembah alam (nature  worship)
b.               menyembah roh nenek moyang
menurut agama ini orang diwajibkan menyembah pada roh yang mereka sebut  “kami” ,
Istilah “Kami” dalam agama Shinto dapat diartikan dengan “di atas” atau “unggul”, sehingga apabila dimaksudkan untuk menunjukkan suatu kekuatan spiritual, maka kata “Kami” dapat dialih bahasakan (diartikan) dengan “Dewa” (Tuhan, God dan sebagainya). Jadi bagi bangsa Jepang kata “Kami” tersebut berarti suatu objek pemujaan yang berbeda pengertiannya dengan pengertian objek-objek pemujaan yang ada dalam agama lain.
Dewa-dewa dalam agama Shinto jumlahnya tidak terbatas, bahkan senantiasa bertambah, hal ini diungkapkan dalam istilah “Yao-Yarozuno Kami” yang berarti “delapan miliun dewa”. Menurut agama Shinto kepercayaan terhadap berbilangnya tersebut justru dianggap mempunyai pengertian yang positif. Sebuah angka yang besar berarti menunjukkan bahwa para dewa itu memiliki sifat yang agung, maha sempurna, maha suci dan maha murah. Oleh sebab itu angka-angka seperti 8, 80, 180, 5, 100, 10, 50, 100, 500 dan seterusnya dianggap sebagai angka-angka suci karena menunjukkan bahwa jumlah para dewa itu tidak terbatas jumlahnya. Dan seperti halnya jumlah angka dengan bilangannya yang besar maka bilangan itu juga menunjukkan sifat kebesaran dan keagungan “Kami”.
Pengikut-pengikut agama Shinto mempunyai semboyan yang berbunyi “Kami negara - no – mishi” yang artinya : tetap mencari jalan dewa. Kepercayaan kepada “Kami” daripada benda-benda dan seseorang, keluarga, suku, raja-raja sampai kepada “Kami” alam raya menimbulkan kepercayaan kepada dewa-dewa. Orang Jepang (Shinto) mengakui adanya dewa bumi dan dewa langit (dewa surgawi) dan dewa yang tertinggi adalah Dewi Matahari (Ameterasu Omikami) yang dikaitkan dengan pemberi kamakmuran dan kesejahteraan serta kemajuan dalam bidang pertanian.
Disamping mempercayai adanya dewa-dewa yang memberi kesejahteraan hidup, mereka juga mempercayai adanya kekuatan gaib yang mencelakakan, yakni hantu roh-roh jahat yang disebut dengan Aragami yang berarti roh yang ganas dan jahat. Jadi dalam Shintoisme ada pengertian kekuatan gaib yang dualistis yang satu sama lain saling berlawanan yakni “Kami” versus Aragami (Dewi melawan roh jahat) sebagaimana kepercayaan dualisme dalam agama Zarathustra
Dari kutipan di atas dapat dilihat adanya tiga hal yang terdapat dalam konsepsi kedewaan agama Shinto, yaitu :
1. Dewa-dewa yang pada umumnya merupakan personifikasi dari gejala-gejala alam itu dianggap dapat mendengar, melihat dan sebagainya sehingga harus dipuja secara langsung.
2. Dewa-dewa tersebut dapat terjadi (penjelmaan) dari roh manusia yang sudah meninggal.
3. Dewa-dewa tersebut dianggap mempunyai spirit (mitama) yang beremanasi dan berdiam di tempat-tempat suci di bumi dan mempengaruhi kehidupan manusia.[9].
 kami terebut ada yang berasal dari  orang yang telah meninggal dunia tetapi ada juga yang berasal dari benda alam yang berasal dari orang yang telah meninggal, misalnya:
a.                “kami” dari para leluhur tiap tiap suku (biasanya kami ini dipunyai oleh anggota dari tiap tiap suku tersebut).
b.               “kami” dari para pahlawan
c.                “kami” dari nenek moyang tiap keluarganya sendiri (biasanya dianggap sebagai pelindung rumah tangga ).
Sedangkan kami kami yang lain yang berasal dari benda benda alam dan kekuatan alam misalnya :
a.                “kami” dari matahari
b.               “kami” dari petir
c.                “kami” dari bulan,
d.               “kami” kilat,
e.                “kami” sungai,
f.                “kami” gunung,
g.               “kami” pohon, dan sebagainya
Demikian pula jumlah dewa  dewa yang mereka hormati banyak sekali, kira kira lebih dari 800 dewa, yang terpenting adalah amterasu omi kami (dewi matahari) yang merupakan pelindung dewa dan juga pertanian.
Di dalam penyembahan terhadap kami biasnya di pimpin oleh pendeta pendeta, para pendeta tersebut di rancang khusus untuk memuja kami tertentu dan mendapatkan bantuann dari kami yang sedang di puja dan pada saat memimpin upacara mereka berpakaian khusus, dua kali sehari pendeta tersebut menyajikan sajian di dalam kuil dengan membaca mantera mantera dan pujian pujian
Kuil Shinto di jepang banyak sekali terhitung lebih dari 200.000 buah kuil, bahkan ada juga yang menyebutkan terdapat lebih dari 80 juta kami di jepang dan para pendeta tersebut yang mengurusi kuil adalah turun menurun, setelah agama budha masuk ke jepang pada abad ke VI maka mendesaklah unsure unsure agama budha tersebut ke dalam agama Shinto lama kelamaan terjadilah percampuran antara kedua unsure agama tersebut yang kemudian aliran ini disebut “Ryobu Shinto”[10].
Agama Shinto adalah agama resmi rakyat jepang
Agama ini mengandung dua unsur kepercayaan yaitu:

Menyembah alam (nature worship)
Menyembah roh nenek moyang (ancestor worship).

Menurut agama ini orang diwajibkan menyembah kepada roh yang mereka sebbut “kami” . “kami ” tesebut ada yang berasal dari orang yang telah meninggal dunia, tetapi ada yang berasal dari benda-benda alam. Yang berasal dari orang meninggal misalnya:

 “kami ”dari leluhur dari tiap-tiap suku (biasanya kami ini dipunyai oleh anggota dari tiap-tiap suku tersebut).
 “kami” dari para pahlawan.
 “kami” dari nenek moyang tiap keluarganya sendiri. (biasanya dianggab sebagai pelindung rumah tangga).

Adapun sendi-sendi ajaran Agama Shinto dapat disimpilkan sebagai berikut:

Api diangab suci, sebagai lambang kesucian dewa-dewa, dipelihara oleh suku Nakomi, suatu suku yang mulia dan berkuasa.
Jiwa dianggab suci, jiwa yang suci itu memaksa seseorang untuk mekakui kesalahan-kesalahan yang telah dilakuaknnya orang bersalah harus menghukum dirinya sendiri.
Kebersihan diri, tiap orang harus memelihara dirinya dari segala kotoran supaya tetap bersih, sebab dewa-dewa tidak menghampiri orang-orang berjiwa yang berjiwa kotor
Memelihara pergaulan, orang-orang jahat jangan didekati, sebab kejahatan itu timbulnya dari jwa yang jahat pula.Dan orang berusaha menjauhkan diri dari pancaran jiwadan roh jiwa tersebut.
Kerusakan jiwa itu ialah karena hantu dan syetan. Dia memasuki jiwa manusia melalui suara yang jahat. Karena itu orang berusaha menjauhkan jiwanya jangan sampai dimasuki syaitan dan jau dari perkataan-perkataan yang keji dan kotor. Selanjutnya tiap orang harus tulus dan berbudi luhur, apabila ia mati supaya ia dapat dimasukkan ke dalam golongan ‘’kami”atau roh-roh yang baik[11].

3.     Budaya Jepang

A.    Upacara Tradisional Jepang – 1[12]
Upacara tradisional di Jepang kebanyakan berasal dari cina.Beberapa diantaranya telah lenyap. Tetapi, sekaranginipun hampir setiap keluarga di Jepang masih menyelenggarakan bermacam-macam upacara tradisional.
Petama, pada bulan januari ada upacara Shogatsu (tahun baru). Di pintu masuk rumah-rumah dihiasi dengan ranting-ranting  pohon cemara dan semacam tali yang dianggap suci. Pada pagi hari mereka memakan kue mochi.Banyak orang pergi bersembahyang ke kuil-kuil Budha dan tempat-tempat suci agama Shinto.
Pada permulaan bulan Februari ada Setsubun (upacara sehari sebelum mulainya musim gugur menurut kalender lunar). Ini menandakan/dimaksudkan musim dingin yang panjang telah berakhir. Pada malam hari di waktu Setsubun, mereka manabur-naburkan kacang dengan maksud bahwa dengan kacang-kacang itu mereka dapat mengusir setan jahat dan mengundang dewa keberuntungan ke dalam rumah-ruma mereka.
  Pada tanggal 3 Maret ada Hina-matsuri, yaitu hari festival anak-anak perempuan. Anak-anak perempuan menghiasi rumahnya dengan boneka-boneka festival anak perempuan (Hina-ningyo: boneka Hina). Pada tanggal 5 Mei adalah festival anak laki-laki di mana laki-laki menaikkan Koinobori (bendera yang berbentuk ikan dan memiliki ekor yang panjang).
Pada bulan Juli ada Tanabata, yaitu festval bintang. Hanya pada malam hari saja satu kali dalam satu tahun Bintang Ushikai (secara bahasa berarti: pemelihara sapi) menyebrangi Ama no Gawa (sungai Ama) dan kemudian  bertemu dengan bintang Orihime. Ini merupakan cerita romantik dari legenda romantik Cina.

B.    Upacara Tradisional Jepang – 2[13]
Di daerah kanto pada bulan Juli dan didaerah Kansai pada bulan Agustus,diadakan “Upacara Bon”  . Selama upacara bon, leluhur para nenek moyang kami kembali ke bumi, kami menyambut mereka pada hari pertama dan mengantar mereka pulang pada hari  terakhir dengan menyalakan api untuk jalan mereka pulang. Daimonji (api unggung yang besar yang dinyalakan di pegunungan) yang terkenal di Kyoto merupakan salah satu dari upacara tersebut.
Pada waktu musim gugur,langit cerah dan sangat indah.Kami menikmati pemandangan bulan purnama di bulan september . Bulan Oktober adalah musim yang baik  untuk berolahraga. Sekolah-sekolah mengadakan pertandingan atletik. Lagi pula banyak rang mendaki gunung dan bersepeda.
Musim gugur pun merupakan musim panjen. Banyak desa dan kota menyelenggarakan upacara, merayakan panen yang berlimpah  dalam bulan oktober ddan nopember.
Pada tanggal 15 Nopember merupakan upacara Shinchi-go-san, yaitu upacara anak-anak dimana para orang tua membawa anak-anaknya yang berumurtiga,lima,dan tujuh tahun pergi bersembahyang di kuil.
Setiap orang sangat sibuk di akhir tahun. Mereka membersihkan rumah dan membuat kue mochi. Di malam tahun baru, jam 12.00 tengah malam suara lonceng berdendanagn di kuil sebagai tanda berlalu tahun lama untuk menyambut tahun baru.

C.    Seni Jepang[14]
Seni Jepang mementingkan kealamiahan, contoh: upacara minum teh (Chanoyu) dan seni merangkai bunga (Ikebana). Dalam membangun sebuah taman, orang Jepang tetap mempertahankan keindahan alam, dengan menanam pohon, menata batu-batu dan membuat kolam – hal ini jelas merupakan salah satu bentuk dari Ajaran Zen-Buddhisme pada seni Jepang. Taman di Jepang kadang-kadang diciptakan dengan cara menggabungkan latar belakang alam di luarnya. Ini disebut ‘pemandangan pinjaman’. Dengan semua itu, seni Jepang selalu mencari kesatuan akrab dengan alam.

4.     Tradisi Kepercayaan Masyarakat Jepang[15]
Berikut ini sedikit gambaran mengenai sistem kepercayaan masyarakat Jepang. Dikatakan bahwa tidak ada Negara lain di dunia ini yang memiliki sistem kepercayaan primitif sekuat Jepang. Hal ini bisa dipahami dari masih kuatnya nilai-nilai tradisional kepercayaan Shinto dalam masyarakat.
Shinto, yang berarti ”Jalan dewa” merupakan kepercayaan asli Jepang. Shinto didasarkan pada pemikiran yang percaya dengan banyak dewa (polytheisme) dan kekuatan alam (matahari, bulan, gunung, laut, ombak, angina, petir, dll). Sehingga, hal ini berpengaruh pada sikap hormat yang sangat tinggi masyarakat Jepang kepada alam, ditunjukkan dengan sikap merawat alam, hingga saat ini.
Shinto pada dasarnya merupakan keyakinan yang terbentuk karena adanya pengaruh Budha yang masuk dari China dan Korea, sehingga Butsudo (Jalan Budha) disebut sebagai kepercayaan dari ”luar”. Pada prosesnya, nilai-nilai Budha disesuaikan dengan nilai-nilai Jepang (di-Jepangkan).
Sebenarnya, kepercayaan Shinto sangat sekuler (dalam arti hanya bersifat kepercayaan keduniawian), dan mereka percaya tidak ada kehidupan setelah mati. Kepercayaan masyarakat inilah yang menjadi dasar orang Jepang untuk mengejar keduniawian dan tidak takut mati (karena tidak percaya adanya neraka). Sedangkan di sisi lain, dalam Budha ada kepercayaan tentang kehidupan setelah mati (akhirat) dan ada surga. Maka, hampir 98% masyarakat Jepang menggunakan tata cara Budha dalam upacara kematiannya.
Bisa dikatakan bahwa masyarakat Jepang menyatukan kepercayaan Shinto dan Budha (disebut Shinbutsu shugo à shin = Shinto, butsu = budha, shugo = penyatuan). Maksudnya, ada dualisme pada orang Jepang dimana dewa Budha disamakan dengan dewa Shinto (Honji suijyaku). Selain itu, dualisme ini ditunjukkan dengan kepercayaan Jepang kepada keduanya, yaitu Shinto sebagai kehidupan dunia, dan Budha sebagai kehidupan akhirat. Dengan kata lain, dualisme ini menunjukkan pragmatisme masyarakat Jepang dalam memandang agama, bukan secara doktrinal. Dalam Shinto tidak ada kitab suci, hanya ada babad mitologi saja sehingga Shinto bukanlah termasuk ”agama”.
Dari penjelasan tersebut bisa ditarik pemahaman bahwa apa yang terjadi dalam masyarakat Jepang adalah agama tidak dijalankan sebagai doktrinal filosofis, namun sebatas nilai-nilai umum saja. Maka, tak heran apabila kita sering melihat kasus bunuh diri (harakiri) dalam masyarakat Jepang, karena mereka memang tidak takut mati dan tidak percaya adanya kehidupan sesudah kematian.
Sekarang mau menjelaskan tradisi orang Jepang terkait dengan Shinto. Sering kan kita lihat ada banyak sekali Matsuri atau festival, yang sering menjadi daya tarik wisata Jepang? Pembagian Matsuri berdasarkan macamnya adalah sebagai berikut :

1. Tsukagirei à upacara ritual terkait daur ulang hidup ; ex : upacara kelahiran, hamil, tujuh bulanan, shichi go san, kematian, dll
2. Nin I girei à upacara ritual yang sifatnya insidental (sewaktu-waktu, kapan saja dan di mana saja)
3. Nenchugyoji à upacara ritual yang dilakukan sepanjang tahun. Setiap doa yang dilakukan termasuk Matsuri, karena matsuri pada dasarnya adalah bentuk pendekatan diri pada dewa (berdoa).

Menurut Yanagita Kunio, Matsuri merupakan upacara ritual Shinto (memuja dewa), yang berfungsi sebagai bentuk pendekatan diri kepada dewa-dewa. Maka, dari pengertian dan pembagian tersebut, maka tak heran apabila ada sekitar 50.000 macam matsuri setiap tahunnya.

5.     Hubungan antara Ajaran Zen-Buddhisme dengan Budaya Jepang
Sebagaimana telah dibahas di atas, ajaran Zen-Buddhisme mengajarkan keselarasan antara manusia dan alam.
Ajaran Zen-Buddhisme jepang menguat pada abad ke 13 – 14 M. kuil Zen-Buddhisme memainkan peranan penting dalam melindungi seni Jepang, di samping sebagai penyokong olahraga gulat, anggar, dan memanah untuk pasukan pelindung mereka, kuil Zen-Buddhisme juga sebagai penganjur terhadap seni sajak (puisi), lukisan, kaligrafi, dan seni merangkai bunga (ikebana). Kuil Zen-Buddhisme juga memberikan perhatian khusus terhadap seni membuat taman. Banyak taman-taman terkenal Jepang yang yang menggunakan metode yang diajarkan oleh kuil Zen-Buddhisme, seperti meletakkan posisi batu-batuan dalam unsure taman, kolam, dan menempatkan lumut agar nampak alami, dan ini semua merupakan kreasi dari ajaran Zen_Buddhisme.[16]
Di samping seni menata taman, Ajaran Zen_Buddhisme juga mempengaruhi budaya jepang dalam bentuk antara lain[17]:

A.    Manusia Dan Alam dalam Sajak
Sajak tujuh belas suku kata dalam istilah jepang disebut sebagai haiku. Dalam perkembangan sejarah puisi dijepang, bentuk-bentuk puisi lain pernah muncul dan berkembang, namun dengan cepat lenyap. Dalam manyosmu, antologi tertua di jepang di himpun sajak-sajak mulai dari abad ke delapan. Di antaranya berisi 324 sajak panjang atau naga-uta dan 400 sajak pendek atau tanka. Bentuk sajak nagauta bias mencapai 150 baris, berbeda dengan bentuk sajak tanka yang terdiri dari 5 baris. Contoh sajak Tennyson seperti dikutipnoleh Suzuki berikut ini:

Kuntum bunga yang mekar di dinding
Kupetik dirimu dari celah-celah tembok itu
Kugenggam engkau, dari akarmu dan selurhnya ada di genggamanku.
Akar dan seluruh tubuhmu, dan semua dari seluruh hidupmu
Aku tahu siapa tuhan dan siapa manusia.

Bunga sebagai perwujudan dari alam pandang oleh zen tak tersentuh.
Basho memandang bunga nazuna dan menikmati keindahan yang ada pada bunga.
Bunga dalam zen di anggab  mewujudkan keindahan yang menyimpan amanat alam, yaitu kesejatian sifat alam itu sendiri. Gambaran ini disebut sebagai sybumi. Baik dalam kehidupan sehari-hari maupun dalam kesenian orang jepang (Hartiyo, 1991:180). Hal serupa dilakukan oleh Basho yang menjelmakan dalam puisinya tentang bunga nazuna.

B.    Seni Minum Teh
Istilah jepang untuk minum the adalah cha-no-yu dan secara termonologi berarti minum teh yang di campur air panas. “Suasana perlunya minum the di gambarkan dengan, ketika hidub dirasakan kosong, dengan menghargai masa lalu, mengharab pada masa depan, maka tak aka nada saat bagi selalu sesuatu untuk terjadi.” Seseorang memandang keluasan yang tak terbatas dalam hidup. Keluasan ini dihadirkan dihadirkan dalam bentuk minum teh (watts, 1976:208).
Para penganut Zen percaya bahwa ketenangan dalam pelaksanaan ritual, kebeningan, sedikit rasa pahit teh di anggab rasa yang menyenangkan, rasa alami, dan jalan tengah antara manis dan asam. Pada rahib Zen sering menggunakan the sebagai perasangka pada saat melakukan meditasi. Meminumya dengan penuh rasa nikmat, tanpa terburu-buru(watts, 1976:210).
Dalam sebuah ritual yang dilakukan oleh penganut Zen ditemukan pada teh ceremony. Upacara minum teh dilakukan ditempat khusus, disuatu bangunan disebelah bangunan utama yang terletak dihalaman. Dahulu upacara ini dilakukan dalam suatu kelompok kecil. Biasanya dilakukan seorang lelaki samurai yang mencintai seorang perempuan. Janji seorang samurai, permintaan seorang samurai disampaikan dalam upacara sederhana dianggap sacral. Pada saat modern ini pacara sederhana yang dianggab sacral. Pada saat modern ini upacara minum teh kebanyakan dilakukan sebagai penghormatan terhadap teradisi. Disamping itu dikalangan orang-orng tertentu, dilakukan oleh orang-orang dikalangan bisnis yang lelah dan pusing dengan perdoalan-persoalan duniawi.(watts, 1976:210. Pada upacara minum teh dilakukan sangat tenang dan ritualistic. Didalam seni minum teh terdapat faidah dan manfaat antara lain menjaga kesehatan tubuh dan memperpanjang usia dan sebagai kesehatan tubuh. Minum teh merupakan salah stu obat teradisional yang yang dipercaya oleh orang cinadan jepang  sangat manjur.

C.    Seni Lukis
Salah satu gaya seni lukis Zen diekspresikan dalam sumi-e. sejarah seni lukis ini bermula di china dan mencapai kesempurnaanya di zaman dinasti T’ang.Keunikan seni yang bercorak zen sering dianggab aneh. Misalnya, Ketika seni gerak muncul bukan sebagai tari, tetapi gerak adalah gerak-gerak alam mengikuti suara alam.

6.     Hubungan antara Ajaran Shinto dengan Budaya Jepang
Sebagaimana tela dijelaskan di atas, banyak upacara-upacara tradisional orang jepang yang berkaitan langsung dengan alam dan manusia, seperti upacara panen, upacara Bon (menghormati para leluhur), dan lain sebagainya. Hal ini sebenarnya merupakan bentuk tingkat lanjut dari kepercayaan Shinto, yang mana ini adalah kepercayaan asli orang Jepang. Di samping sebagaiu ritual-ritual keagamaan upacara-upacara tradisional ini telah mendarah daging dalam masyarakat jepang, sehingga bisa dikatakan bahwa perayaan-perayaan apapun itu yang (meskipun itu terkait dengan Shinto) diadakan oleh orang Jepang, itulah budaya jepang.
Sebenarnya, secara umum ajaran Shinto banyak mempengaruhi pola hidup orang Jepang, seperti mengadakan upacara-upacara tradisional, berbeda dengan ajaran Zen_Buddhisme yang banyak mempengaruhi di sisi seni dan keterampilan, bukan pada aspek perayaan-perayaan.
Setelah agama Budha masuk ke jepang pada abad ke VI. Maka mendesaklah unsur-unsur agama budha tersebut kepada agama Shinto. Lama kelamaan terjadilah percampuran antara kedua unsure agama tersebut, yang kemudian aliran ini dinamakan Ryobu Shinto. Mengenai pembuatan paung-patung dewa hampi tidak dikenal di negri jepang, kecuali hanya beberapa saja seperti: Uzuma=dewa bahagia, Inari=dewa padi, Ebisu=dewa nelayan.
Meskipun terdapat patung-patung dewa, namun mereka tidak mereka memujanya. Sebagai gantinya mereka mereka menyembah atau memuja benda suci bernama:Mitama shiro (shintai), yang disimpan dikuil pemujaan.
Di kuil itse (kuil yang terbesar )disimpan kaca dewata yaitu sebuah cermin bulat dari perunggu. Dikuil Atsus disimpan pedang dewa. Di istana raja disimpan sebutir intan. Pada barang pemberian dewa ini terletak persatuan antararakyat, keluarga rakyat dan Negara. Dengan kata lain benda-benda itu sebagai alat untuk nasionalisme jepang.


[1] .Niniant Smart, the religius experience of mankind, USA :Chaules ecribners sons, 1984, 208.
[2] .Josep.sou.Yb, agama agama besar di dunia, Jakarta : PT.Al-husna Zikro, 1983, 208.
[3] Jonathan Norton Leonard.1984.Early Japan.Nederland: Time-Life International, hal. 83
[4] Ibid
[5] Michael Keene.2006.Agama-agama Dunia.Yogyakarta: Kanisius, hal. 71
[6] Yoshida Yasuo dan I Ketut Surajaya.1999.Bahasa Jepang Modern.Jakarta: Erlangga, hal. 341
[7] .Hasan Sadily, Dkk, Ensiklopedia Indoonesia, Jakarta: Van Hoeve, 1984, 3158.
[8] .Michael kene, agama agama dunia, yogyakarta: kanisius, 2006.176.
[9] . http://bukucatatan-part1.blogspot.com/2009/01/agama-shinto-ajaran-dan-sejarahnya-di.html
[10] . Drs.H.abu Ahmadi, Perbandingan agama, Jakarta :PT.Rineka Cipta, 1991, 69.
[11] Ibid, hal. 59 - 66
[12] Yoshida Yasuo dan I Ketut Surajaya.1999.Bahasa Jepang Modern.Jakarta: Erlangga, hal. 77
[13] Ibid, hal. 89
[14] Ibid, hal. 281
[15] http://bikin.web.id/tag/kebudayaan-jepang/
[16] Jonathan Norton Leonard.1984.Early Japan.Nederland: Time-Life International, hal. 84
[17] Dr.A.Sudiarja,Dkk,Suatu pencarian makna hidub dalam Zen Buddhisem,PENERBIT KANISIUS (Anggota IKAPI)cet-01 1997yogyakarta hal 59-66

perbedaan Zen Buddhisme di Jepang dan di China

Abstract
Zen –Buddhisme ialah ajaran berasal dari China yang berkembang pesat di Jepang,Zen di perkenalkan pertama kali di China oleh pendeta Buddhisme  yaitu Bodhidarma . Zen diChina tidak dapat berkembang dengan baik karena masih ada aliran-aliran yang melemahkan ajaran Zen di China seperti Cunfusionisme.  Berbeda dengan Zen di Jepang, ajaran Zen berkembang pesat diJepang dan membawa pengaruh terhadap Buddhisme diJepang. Zen Jepang mempunyai dua aliran yaitu Soto dan Rinzai.
Zen-Buddhism is the teaching coming from China booming in Japan, Zen was first introduced in China by the Buddhist priest Bodhidharma. Zen China can not develop well because there are still schools that undermine the teachings of Zen in China as Cunfusionisme. In contrast to the Zen in Japan, Zen in Japan and the rapidly growing influence of Buddhism in Japan. Japanese Zen has two streams of Soto and Rinzai
Kata Kunci : Zen-Buddhisme, perbedaan,China,Jepang
Pendahuluan
Pada awalnya agama Buddha Zen berasal dari Cina kemudian berkembang pesat di Cina yang mencapai masa gemilang pada masa pemerintahan T'ang sampai pada dinasti Sung (618-1279). Di Cina Zen menemukan bentuk yang lebih nyata setelah kontak dengan pemikiran-pemikiran Lao-Tsu. Lalu semakin semarak setelah terinkorporasi dengan etika dan budaya Confucian (Lorens Bagus,1996:203).
Agama Buddha masuk ke Jepang dari India melalui Cina dan Korea pada pertengahan abad keenam (resminya pada tahun 538 M). Setelah memperoleh dukungan kaisar, agama Buddha disebarluaskan oleh para penguasa ke semua pelosok. Pada awal abad kesembilan, agama Buddha di Jepang memasuki periode baru, ketika agama ini secara khusus melayani kaum bangsawan istana. Pada periode Kamakura (1192-1338), suatu periode keresahan besar politik dan kekacauan sosial, muncullah banyak sekte baru Budhis yang menawarkan harapan keselamatan baik kepada prajurit maupun kepada rakyat petani. Agama Buddha bukan hanya berkembang sebagai agama, tetapi juga banyak turut memperkaya kesenian dan ilmu pengetahuan (Educational Information,1989:114).
Zen-Buddhisme di China dan Jepang tidak memilki perbedaan yang sangat jauh,  hanya ada beberapa point yang membedakanya, tetapi inti dari ajaranya sama. Zen termasuk dalam agama Buddha, oleh karena itu ketika kita mempelajari Zen secara tidak langsung kita juga akan mempelajari agama Buddha. Zen merupakan aspek Buddha Mahayana yang mengkhususkan dirinya pada meditasi, jadi puncak praktik Zen adalah meditasi dengan duduk dalam posisi lotus (posisi bersila). Di kalangan orang Zen, meditasi ini dinamakan Za-zen.
Zen tidak menekankan kepercayaan kepada Tuhan secara personal. Dalam aliran ini alamlah yang justru dikatakan sebagai guru segala sesuatu dan segala sesuatu pelajaran sehingga penganut aliran ini cenderung lebih mendekatkan dan berguru pada kejadian-kejadian yang ada di alam.
Zen mengutamakan pengalaman mendapatkan penerangan, penerangan tersebut dinamakan satori , orang mampu melihat atau menemukan inti diri dan menyadari kebuddhaannya. Namun pengalaman itu tidak bisa diucapkan atau diungkapkan dengan kata-kata yang hanya terbatas.
1.      Zen-Buddhisme di Jepang
Zen Buddhisme hanya adalah salah satu aliran Buddha di Jepang, dan juga salah satu dari tiga gerakan utama - Pure Land, Nichiren, dan Zen - resultan dari Kamakura pergolakan spiritual.[1] Zen diperkenalkan di Jepang pada awal abad ketujuh, dan sedang diajarkan oleh kedelapan dan abad kesembilan. However, Zen had obstacles to overcome since it was a foreign religion. Namun, Zen memiliki hambatan untuk mengatasi karena itu adalah agama asing. It did not prosper until the early Kamakura period (1185-1333), when concentration on a single path became important. Tidak makmur sampai awal periode Kamakura (1185-1333), ketika konsentrasi pada satu jalan menjadi penting. (3) It was also during this period that Zen found its entree among the Japanese nobilit Hal itu juga selama periode ini bahwa Zen menemukan hidangan di antara bangsawan Jepang. (1)  (1)
There were two main Zen schools that arose during this time period in Japan.




            Ada dua aliran utama Zen yang muncul selama periode ini di Jepang. Each contributed different ways of how to reach enlightenment. Masing-masing menyumbang berbagai cara bagaimana untuk mencapai pencerahan. One was Rinzai, and the other was Soto. Salah satunya Rinzai, dan yang lain Soto. The followers of Rinzai believed they would find enlightenment through spontaneous flashes. Pengikut Rinzai percaya mereka akan menemukan pencerahan melalui spontan berkedip. The Soto school attempted to reach enlightenment through lengthy sessions of meditation. Soto sekolah yang berusaha untuk mencapai pencerahan melalui sesi meditasi panjang. The founding of these two differing schools are attributed to two monks who had a vital role in the development of Zen in Japan. Pendirian kedua sekolah berbeda diberikan ke dua biarawan yang memiliki peran penting dalam pengembangan Zen di Jepang. Dan dalam literature lain menyebutkan ada lagi aliran dalam Zen di Jepang yakni Obaku (Wikipedia Zen-Buddhisme di China)
The first of these, Eisai (1141-1215), is said to be the actual founder of Japanese Zen.            Yang pertama, Eisai (1141-1215), adalah dikatakan sebagai pendiri aktual Zen Jepang. Eisai traveled to China, where he was trained in the Lin-chi (Rinzai) house. Eisai bepergian ke Cina, di mana ia dilatih di Lin-chi (Rinzai) rumah. He returned to Japan in 1191 and constructed the first Rinzai sect (in Japan). Ia kembali ke Jepang pada 1191 dan dibangun sekte Rinzai pertama (di Jepang). He managed to win the favor of the Shoguns and forge the alliance with the military class that is still the social foundation of Japanese Zen. Dia berhasil memenangkan bantuan dari Shogun dan membentuk aliansi dengan kelas militer yang masih dasar sosial Zen Jepang.(3
The other founder was Dogan (1200-1253), who established the Ts'ao-tung (Soto) school of Zen in Japan.            Pendiri lain adalah Dogan (1200-1253), yang mendirikan Cao-tung (Soto) sekolah Zen di Jepang. He taught zazen ("sitting meditation"), wrote, and attracted so many followers that he moved several times to more spacious temples. Dia mengajarkan zazen ( "duduk meditasi"), menulis, dan menarik begitu banyak pengikutnya bahwa ia pindah beberapa kali untuk lebih luas candi. Metode yang digunakan oleh Dogen dalam menerapkan ajaran Zen-Buddhisme di Jepang sangatlah tegas. Metode yang digunakan berdasarkan prinsip zazen – secara bahasa berarti duduk dan meditasi. Dalam penerapannya, duduk dan meditasi adalah duduk bersila dan meditasi berjam-jam dengan tujuan meghilangkan rasa marah, kesal, dan ego dengan jalan mengosongkan dan menata kembali pikiran. [2] Dogan eventually moved to east Japan and settled in a nearby temple (Eiheiji) that was built in his honorDogan akhirnya pindah ke timur Jepang dan menetap di sebuah kuil terdekat (Eiheiji) yang dibangun untuk menghormatinya. To this day, he is still considered a great thinker, an admirable man, and a gifted contemplative, both by Buddhists of all sects and by many non-Buddhists. Sampai hari ini, ia masih dianggap sebagai pemikir besar, seorang pria yang mengagumkan, dan kontemplatif yang berbakat, baik oleh Buddha dari seluruh sekte dan oleh banyak non-Buddhis. Dogan is undeniably the most significant person in the history of Japanese Zen. Dogan disangkal orang yang paling signifikan dalam sejarah Zen Jepang. (2)
The methods used by different schools of Zen on how to reach enlightenment vary some, but the fundamental concept remains consistent.            Metode yang digunakan Zen dalam sekolah tentang cara mencapai pencerahan ada beberapa variasi, tapi konsep fundamental tetap konsisten. Zen does not stress retreat from life, but rather full immersion in it. Zen tidak menekankan mundur dari kehidupan, melainkan pencelupan penuh di dalamnya. It rejects the shadow world of concepts and aims to perceive the world directly. Ia menolak dunia bayangan konsep dan bertujuan untuk melihat dunia secara langsung. (1) There are three primary reasons why Zen came to Japan at that particular time and was successful. (1) Ada tiga alasan utama mengapa Zen datang ke Jepang pada waktu tertentu dan berhasil. First, Zen cultivated a pure aesthetic dimension, and artistic creativity was important in that era. Pertama, Zen dibudidayakan dimensi estetika murni, dan artistik kreativitas penting dalam era tersebut. Second, there was an emphasis on the transcendence of all life. Kedua, ada penekanan pada transendensi semua kehidupan. And finally, Zen learned to coexist, and even merge some, with Shinto worship and belief. Dan akhirnya, Zen belajar untuk hidup bersama, dan bahkan menggabungkan beberapa, dengan ibadah dan kepercayaan Shinto.[3]
Heian Jepang memotong komersial dan hubungan diplomatik dengan Cina pada pertengahan abad ke-9, sebagai oncebrilliant Dinasti Tang (681-907), yang tahap awal telah mewakili zaman keemasan Buddha Cina, memburuk menjadi warlordism dan penganiayaan terhadap Dharma. Budaya yang unik era Heian, meskipun pada awalnya terinspirasi oleh cina Buddhisme, Konfusianisme, Taoisme, dan sekuler puisi, kemudian berkembang pada sendiri dan dengan caranya sendiri. Jadi itu juga bahwa Jepang Buddha tahu iman dalam bentuk di mana itu menyeberang ke negara pulau sebelum istirahat - yang Nara enam sekolah, dua versi Heian - tetapi hanya memiliki sedikit kesadaran perkembangan selanjutnya di daratan. Shingon, Tendai, dan sekolah-sekolah lain terus di Jepang seakan tak ada yang terjadi sejak mereka kedatangan, menyimpan akomodasi mereka dengan kami, dan Pengelupasan dari pertumbuhan pada benih yang sudah tertanam dalam Tendai: Pure Land, dan Lotus atau Nichiren Pengalaman Buddhis. Itu sebabnya sutra adalah untuk toilet menggunakan dan buddha apapun yang Anda temui - yaitu, di luar diri Anda sendiri - adalah musuh. Jadi, satu Cina master berkata, "Makanlah ketika Anda lapar, tidur saat Anda lelah "- itu pencerahan jika Anda benar-benar bisa melakukannya tanpa keterikatan atau penipuan diri. Sekali lagi, "Memotong kayu, menimba air - Betapa indahnya, betapa ajaib! "Untuk ini radikal Chan kehidupan sehari-hari adalah Path: "Satu-satunya perbedaan antara seorang Buddha dan orang biasa adalah bahwa Buddha menyadari bahwa ia adalah seorang Buddha dan orang biasa tidak. "[4]
Aturan dan  Kemurnian 'dalam Zen Jepang " [5]
Dalam hal ini, T. Griffith Foulk melanjutkan penelitian mengenai monastik Cina
peraturan genre bahwa ia telah menyelesaikan untuk The Zen Canon, di sini menyediakan ikhtisar yang sangat baik bagaimana gaya Song-biara-biara Buddha datang yang akan didirikan di Jepang melalui studi yang luas dan penggunaan genre ini Zen sastra. Tubuh ini sastra, "Aturan Kemurnian" (C. qinggui; J. shingi), didirikan untuk Zen Jepang apalah artinya  sebuah biara, dan bagaimana, tepatnya, biara otentik seharusnya dibangun, terstruktur, dan diatur.
Mengingat pentingnya lembaga-lembaga biara Zen di Jepang dari Kamakura periode hingga saat ini, pentingnya sastra jepang ini budaya umumnya sangat penting. Karena kode monastik cina terus mengembangkan dari Song melalui Yuan dan dinasti Ming, Zen biara di Jepang secara berkala akan dipaksa untuk menulis ulang kode monastik struktur untuk beradaptasi dengan pengaruh baru dari daratan serta kebutuhan-kebutuhan baru dan situasi yang telah muncul di Jepang.
Hasil luas ini diimpor dan berupaya beradaptasi yang mengesankan dan mengumkumpulkan sastra, dari awal pelancong seperti Eisai, Enni, dan Dogen turun ke jepang kontemporer perdebatan mengenai praktek monastik yang mempengaruhi jalan "Zen pusat" di seluruh dunia mengorganisir kegiatan mereka. Melalui sejarah menarik mengatakan di sini, dua tesis menonjol. Salah satunya adalah Foulk's wellsupported mengklaim bahwa baik susunan "Chan" biara maupun "Aturan kemurnian" yang memerintah mereka adalah penemuan eksklusif atau harta dari Sekolah Chan Buddhisme Cina. Lain adalah bahwa meskipun dominasi na Mahaya tradisi Buddhisme di Asia Timur, pelopor dalam
yang Chan tradisi adalah bagian dari gerakan yang lebih besar untuk menghidupkan kembali monastik yang ketat berdasarkan peraturan HI  naya vinaya na codes.
Kedua perkembangan dilihat sebagai memiliki kode monastik berbentuk Jepang, termasuk yang diproduksi di Jepang pada awal abad ketiga belas.
A.    Beberapa Ajaran Zen  :
a.      Zen menolak penalaran logis, maksudnya untuk memahami Zen kita harus mengalaminya sendiri. Pengalaman yang dirasakan seseorang ketika mengikuti meditasi Zen,  sangat dipengaruhi oleh falsafah hidup orang tersebut.
b.      Zen terbuka untuk siapa saja tidak memandang agama yang dipeluknya.
c.      Zen merupakan seni untuk melihat kodrat diri;
d.       Zen yang mampu meleluasakan kekuatan-kekuatan alamiah manusia serta mencegah kelesuan; ia menyemangati manusia menuju kebahagiaan.[6]
Tujuan pokok Zen adalah memperoleh penerangan (satori). Dari asal usulnya, Zen merupakan ungkapan penghayatan Buddhisme yang timbul karena pergulatan antara tradisi India dan Cina. Dari Cina Zen kemudian diperkenalkan di Jepang. Zen di Jepang ini berciri membuka diri pada Shintoisme. Ajaran Zen_Buddhisme juga mempengaruhi budaya jepang.[7]
B.     Pokok-pokok ajaran zen meliputi
a.      satori,
b.      menjadi Buddha,
c.      metode zen,
d.      koan dan  mondo,
e.      zendo
f.       zazen,diri.
Satori artinya mencapai penerangan,  yakni menghayati, meresapi, mengiyakan semuanya sebagaimana adanya lengkap dengan kepenuhan adanya. Menjadi Buddha artinya mampu melihat inti dirinya, lepas dan  bebas dari segala ketidaktahuan. Pokok ajaran ketiga, yakni metode metascientific Zen dimaksudkan pengertian mau langsung masuk ke obyek sendiri, ke inti realitas itu sendiri, melihatnya dari dalam. Didalam praktik meditasi Zen dengan bimbingan seorang guru, peserta akan diberikan koan yakni tema meditasi untuk dipecahkan peserta meditasi Zen sedang mondo adalah suatu dialog, soal jawab, yang langsung diadakan untuk mengetahui ada atau tidaknya pengalaman satori. Meditasi Zen dilaksanakan secara ketat dengan tata tertib yang disebut zendo. Zendo berarti juga ruang meditasi. Zazen adalah sarana meditasi. Zen mengajak peserta bertemu langsung dengan diri. Ini hanya mungkin bila orang mau meloncat dari berpikir tentang diri ke arah mengidentifikasikan diri itu sendiri, menghayatinya, berpadu dengannya dalam wahana “Sang Diri” 
Usaha mengalami spiritualitas melalui meditasi Zen diminati tidak saja oleh kalangan orang yang beragama Budha tetapi juga oleh pemeluk agama-agama lainnya. Melalui buku ini, penulis mencoba membandingkan kegiatan meditasi Zen dengan pengalaman Fransiskus berjumpa dengan Allah. Pembandingan tersebut kemudian mengerucut pada kesimpulan bahwa meditasi Zen memang terbuka untuk siapa saja; Selanjutnya penulis menjelaskan bahwa menurut pandangan Kristiani  meditasi Zen dapat digunakan sebagai penyiapan diri untuk kepekaan terhadap Allah. Meskipun demikian perbedaan  pandangan mengenai keselamatan sebagai pembebasan antara Buddhisme dengan Kekristenan menyebabkan orang tidak bisa begitu saja mencangkokkan keduanya. Namun karena kedua-duanya merupakan pengalaman transendensi, dialog antara keduanya tetap mungkin. [8] 
Ajaran ini mengajarkan bahwa seseorang harus menemukan pengertian tentang kehidupan meski tak dapat diungkapkan dengan kata-kata. Seorang rahib dapat menghabiskan seluruh waktu hidupnya dengan melakukan meditasi. Sebagai alat bantu dalam melakukan meditasi, para penganut Zen-Buddhisme sering membuat taman-taman yang indah, yang dikenal dengan Taman Zen.[9]
2.      Zen-Buddhisme di China
Pada 1191, sekte Zen diperkenalkan dari Cina. Its complicated theories were popular particularly among the members of the military class . Teori-teori yang rumit sangat populer khususnya di antara para anggota kelas militer. According to Zen teachings, one can achieve self enlightenment through meditation and discipline. Menurut ajaran-ajaran Zen, seseorang dapat mencapai pencerahan diri melalui meditasi dan disiplin. At present, Zen seems to enjoy a greater popularity overseas than within Japan. Saat ini, tampaknya Zen menikmati popularitas yang lebih besar di luar negeri daripada di Jepang.[10]
Sejak awal asal-usulnya dalam bahasa Cina abad pertengahan, Zen sastra menyebar ke Korea, Jepang, dan Vietnam, di mana ia perlahan-lahan bekerja dan jalannya dengan ke dalam bahasa dari budaya-budaya, dan kemudian ke hampir setiap bahasa dan kebudayaan di dunia saat ini.[11]
Dalam bahasa china Ch’an lebih dikenal dengan bahasa jepang yakni Zen ini adalah synonym dengan kata Sanskrit Dhyana atau absorption, walaupun dengan beberapa yang berbeda dari hindu. Yang intinya ialah ini adalah sebuah pengalaman dari Budha dibawah pohon-Bodhi.[12] Pada awalnya agama Buddha Zen berasal dari Cina kemudian berkembang pesat di Cina yang mencapai masa gemilang pada masa pemerintahan T'ang sampai pada dinasti Sung (618-1279). Di Cina Zen menemukan bentuk yang lebih nyata setelah kontak dengan pemikiran-pemikiran Lao-Tsu. Lalu semakin semarak setelah terinkorporasi dengan etika dan budaya Confucian (Lorens Bagus,1996:203).
Kata Zen diturunkan dari akar kata Cina "Ch'an", artinya "Meditasi". Kata Ch'an sendiri adalah kependekan dari kata "Ch'an-Na", yang berasal dari kata Sansekerta "Dhyana" atau kata Pali "Jhana". Beberapa orang juga menganggap Zen sebagai agama dan filsafat. Dari sudut pandang sejarah, kemunculan zen berakar dari ajaran Buddhisme Mahayana. Ajaran zen pertama kali dibawa ke Cina pada awal abad ke-6, oleh seorang pendeta India yang bernama Bodhidharma (470-543). Bodhidharma adalah seorang pendeta yang mengajarkan Buddhisme lewat metode Meditasi. Sehingga, Bodhidharma dianggap sebagai perintis ajaran Zen. Banyak sekali cerita yang muncul mengenai Bodhidharma, salah satunya adalah ketika Bodhidharma mencabut kelopak matanya lalu membuangnya karena merasa kelopak mata itu selalu membuatnya tertidur ketika Meditasi. Kelopak mata tersebut, kemudian berubah menjadi pohon teh.
Dengan banyaknya cerita mengenai kehebatan pendeta ini, maka banyak orang yang ingin berguru padanya. Hanya saja Bodhidharma hanya mau menerima murid yang bersungguh-sungguh ingin mendalami ajaran dan mengikuti jejak sang Budha.
Zen berkembang di Cina pada periode dinasti T'Sang sampai pada era Sung dan Yuan Pada awal abad ke-8, Zen Master ke-6, Hui Neng, meresmikan serta memantapkan ajaran Zen. Karya Hui Neng diteruskan oleh kedua muridnya, yakni Huai Jang dan Hsing Ssu  dan Shi Tou yang kemudian menghasilkan murid-murid hebat yang mendirikan kelima aliran utama Zen, yaitu Lin Chi, Tsao Tung, I Yang, Yun Men, dan Fa Yen. Di kemudian, hari kelima aliran ini dilebur menjadi dua aliran, yakni Tsao Tung (Soto) dan Lin Chi (Rinzai). Karena itu sampai sekarang yang kita kenal hanyalah dua aliran Zen, yaitu Soto dan Rinzai.[13]
Salah satu bentuk aliran Mahayana yang berkembang dan menemukan tempat di Jepang adalah Zen. Zen adalah salah satu hasil pemikiran Cina setelah bertemu dengan pemikiran India. Kata Zen adalah logat Jepang yang berasal dari perkataan Cina ch'an dan merupakan terjemahan lebih lanjut dari bahasa Sansekerta dhyana . Dalam bahasa Jepang disebut sebagai Zanna . Istilah tersebut berarti meditasi yang menghasilkan wawasan yang mendalam (Sutrisno,1994:9). [14]
Pada abad-abad berikut pengenalan agama Buddha ke Cina, Chan tumbuh menjadi sekte terbesar di Cina Buddhisme dan, terlepas dari "penularan di luar kitab suci", menghasilkan literatur terbesar dalam sejarah Cina dari setiap sekte atau tradisi. Para guru mengaku Huineng's generasi mulai bercabang menjadi banyak sekali sekolah yang berbeda, masing-masing dengan mereka sendiri penekanan khusus, tetapi semua yang dasar yang sama terus fokus pada latihan meditasi, instruksi pribadi dan pengalaman pribadi. Selama akhir Tang dan Song periode, tradisi melanjutkan, sebagai jumlah luas guru terkemuka, seperti Mazu (Wade-Giles: Ma-tsu; Jepang: Baso), Shitou (Shih-t'ou; Jepang: Sekito) , Baizhang (Pai-chang; Jepang: Hyakujo), Huangbo (Huang-po; Jepang.: Obaku), Linji (Lin-chi; Jepang.: Rinzai), dan Yunmen (Jap.: Ummon) mengembangkan metode pengajaran khusus, yang akan berbeda-beda menjadi ciri khas dari lima rumah dari Chan. Lima rumah tradisional yang Caodong, Linji, Guiyang, Fayan ,dan Yunmen. Daftar ini tidak termasuk sekolah sebelumnya seperti Hongzhou  dari Mazu.
Selama Dinasti Song (960-1279), yang Guiyang, Fayan, dan aliran Yunmen secara bertahap diserap ke dalam Linji. Selama periode yang sama, berbagai perkembangan metode pengajaran Chan mengkristal ke gong-an (teka-teki) praktek yang unik ke sekolah ini Buddhisme. Menurut Miura dan Sasaki, "[I] t adalah selama masa Yuan-wu 's penggantinya, Ta-hui Tsung-kao (Daie Soko, 1089-1163) bahwa Zen Koan memasuki tahap menentukan." Gong-suatu praktik umum di sekolah Linji, yang Yuanwu dan Ta-hui (pinyin: Dahui) milik, tetapi juga digunakan pada dasar yang lebih terbatas oleh Caodong sekolah. Gaya ajaran dan kata-kata empu klasik dikumpulkan dalam teks-teks penting tersebut sebagai Blue Cliff Record (1125) dari Yuanwu, The Gateless Gate (1228) dari Wumen, baik dari garis keturunan Linji, dan ketenangan hati Kitab (1223) dari Wansong, dari garis keturunan Caodong. Catatan teks-teks ini klasik gong-sebuah kasus, bersama dengan ayat dan prosa komentar, yang akan dipelajari oleh generasi kemudian mahasiswa turun hingga saat ini. Chan terus menjadi Sebagai Kekuatan Keagamaan berpengaruh di Cina, dan tumbuh dalam periode pasca-Song; dengan tubuh besar teks-teks yang diproduksi dan melalui masa modern. Sementara secara tradisional berbeda, Chan diajarkan Buddha Tanah Murni bersama di banyak biara-biara Buddha Cina. Pada waktu banyak perbedaan di antara mereka telah hilang, dan banyak guru mengajar baik Chan dan Tanah Murni. Chan Buddhisme menikmati semacam kebangkitan kembali dalam Dinasti Ming dengan guru seperti Hanshan Deqing, yang menulis dan mengajar secara ekstensif di kedua Chan dan Tanah Murni Buddha; Miyun Yuanwu, yang datang harus dilihat secara anumerta sebagai patriark pertama dari Zen Obaku sekolah, serta Yunqi Zhuhong  dan Ouyi Zhixu. Setelah berabad-abad lebih lanjut penurunan, Chan dihidupkan kembali pada awal abad ke-20 oleh Hsu Yun, seorang tokoh terkenal dari Cina abad ke-20 Buddha. Banyak guru Chan hari ini menelusuri garis keturunan mereka kembali ke Hsu Yun, termasuk Sheng-yen dan Hsuan Hua, yang telah disebarkan Chan di Barat di mana ia telah berkembang dengan konstan melalui ke-20 dan abad ke-21. Itu sangat ditekan di Cina selama baru-baru ini era modern dengan penampilan dari People's Republic, tapi memiliki lebih baru-baru ini kembali menegaskan dirinya di daratan, dan memiliki berikut yang signifikan di Taiwan dan Hong Kong maupun di antara Cina rantau
3.      Perbedaan Zen-Buddhisme  Jepang dan China

Ø  Zen-Buddhhisme di Jepang.

·        Zen di Jepang  ini berciri membuka diri pada Shintoisme.[15]
• Zen bermaksud berpengalaman batin berdasarkan kebebasan
zazen dan wawancara dengan roshi.
• Tradisi yang terbentuk di Cina berkisar sekitar legenda
Bodhidharma.
• Eisai dan Rinzai Zen koan menekankan bekerja.
• Eisai juga membawa Neo-Konfusianisme bekerja dan teh ke Jepang.
• Dogen, adalah filsuf penting dan juga guru bagi Zen,dan soto Zennya mengajarkan duduk tenang.
 • Dogen juga menekankan Zen di tengah-tengah kehidupan sehari - hari
dan bekerja.
 • Para periode Ashikaga adalah masa perang sipil, tetapi juga
perkembangan budaya yang signifikan, sebagian besar terkait
dengan Zen
• Higashiyama atau periode Ashikaga termasuk taman seni Zen, teh, ikebana, lukisan, dan Tidak ada drama.
 • Seni bela diri dan Bushido juga datang untuk dihubungkan
dengan Zen
• Zen Kemudian penyair dan guru termasuk Ikkyu, Basho,dan Hakuin
• Di Barat, Zen direpresentasikan dalam sejumlah praktekpusat dan juga dalam karya penulis seperti Gary Snyder dan Jack Kerouac. [16]
Ø  Menurut Koesbyanto, dalam perkembangannya, Zen di Jepang terbagi dalam aliran Soto Zen dan Rinzai Zen.
·        Aliran Soto mengembangkan ajaran pencerahan yang hening. Ciri aliran ini adalah ketenangan, menekankan kerja dalam keheningan serta 'kepatuhan'. Metode yang dilakukan untuk mencapai ketenangan adalah melalui Za-zen, yaitu meditasi dalam posisi duduk bersila.
·        Aliran Rinzai berusaha mencapai penerangan dengan menggunakan penerangan cara Koan dan Mondo. Koan dan Mondo merupakan usaha untuk mencapai penerangan secara aktif. Aliran ini sifatnya lebih dinamis dan aktif dibanding aliran Zen.[17]
Zen Jepang mempunyai Aturan dan Kemurnian

Ø    Zen-Buddhisme di China

Inti dari Buddhisme Zen mencapai pencerahan dengan melihat satu pikiran asli (atau asli alam) secara langsung; tanpa intervensi dari intelek.
Zen Jepang cenderung lebih keras dari pada Zen di China. Dengan bukti ketika Master Sheng Yen mengambil program Doktor denngan Literatur Buddhist di Jepang pengarang buku Melatih Kucing Menagkap Tikus, selama dia mengunjungi berbagai master Zen dan Buddhisme esoteris. Dia menerima pengaruh paling besar dari Bantetsugu Roshi, seorang murid dari Harada Roshi.[18] Dia menghadiri beberapa Retreat sepanjang musim dingin di kuilnya di Tohoku. Berada di Jepang Utara, kuil tersebut mempunyai lingkungan yang sangat keras. Terlebih lagi, sang master lebih cenderung memberi sayadia masa-masa yang sulit dan terus menerus menyuruh asistennnya memukuli[19] dia. [20]
Secara tradisional, Chan diajarkan Buddha di Tanah Murni bersama dan di banyak biara-biara Buddha Cina. Pada waktu itu banyak perbedaan di antara mereka yang telah hilang, dan banyak guru mengajar baik Chan dan Tanah Murni.
Ajaran dari dua Negara ini kebanyakan sama, perbedaannya hanya tipis.

Semangat yang dimiliki NeoConfucianism akhirnya dapat mengumpulkan kekuatan sehingga dapat berhasil mendorong Zen mengalami kemunduran. Dumoulin menjelaskan bagaimana sarjana NeoConfucianist mampu melemahkan terus Zen atas Zen cina sehingga hanya mampu memajukan di luar Cina dan Zen kemudian makmur di Jepang.



[1] Japanese Religion; the ebook pdf.hal 204 Zen and its Culture
[2] Jonathan Norton Leonard.1984.Early Japan.Nederland: Time-Life International, hal. 83

[4] Japanese Religion; the ebook pdf. hal 210 Zen and its Culture
[5] Zen Classics; Forative Texts in the History of Zen Buddhism.pdf .hal.175
[6] http://staff.ui.ac.id/internal/131910896/publikasi/ArtikelbpYST.doc
[7] Dr.A.Sudiarja,Dkk,Suatu pencarian makna hidup dalam Zen Buddhisem,PENERBIT KANISIUS (Anggota IKAPI)cet-01 1997yogyakarta hal 59
[8] http://staff.ui.ac.id/internal/131910896/publikasi/ArtikelbpYST.doc
[9] Michael Keene.2006.Agama-agama Dunia.Yogyakarta: Kanisius, hal. 71

[11] Zen Classics; Forative Texts in the History of Zen Buddhism.pdf. hal.3-4
[12] Understanding Eastern. Philosophy.pdf.hal.74

[13] http://generecafe.blogspot.com/2008/12/zen-buddhisme.html
[14] http://jurnalmahasiswa.filsafat.ugm.ac.id/index.htm
[15] http://staff.ui.ac.id/internal/131910896/publikasi/ArtikelbpYST.doc
[16] Japanese Religion; the ebook pdf. hal 240 Zen and its Culture
[17] http://jurnalmahasiswa.filsafat.ugm.ac.id/lain-1.htm
[18] Master-master Zen Jepang yang sekarang ada diBarat, kebanyakan dari jalur murid keturunan Harada Roshi.
[19] Memakai tongkat kyosaku atau hasiang-pan.
[20] Master Sheng-yen Litt.D Zen:”Melatih Kucing Menangkap Tikus” hal.39-40 translator Herlambang.PT.Suwung Pakuningratan:Yogyakarta.